Mydetikcom - First Travel disebut setuju membayar ganti rugi kepada korban sebesar Rp 1,0002 triliun. Polri tidak yakin First Travel mampu membayar.
"Dari hasil teman-teman penyidik kan asetnya nggak ada
Rp 1 triliun bahkan mungkin tinggal beberapa ratusan juta saja nggak ada. Yang
rumahnya pun yang mewah itu sudah di agunkan jaminan kepada yang membuat visa,
kemudian aset lainnya sudah dibayarkan untuk bayar utang," kata kata Kadiv
Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran
Baru, Jaksel, Kamis (29/9/2017).
Setyo menerangkan penyidik juga telah menelusuri aset-aset milik First Travel. Semua aset dipastikan dapat terlacak sebab Polri menggandeng PPATK.
"Saya tidak yakin ya, karena penyidik bekerja sama dengan PPATK itu sudah melakukan aset tracing kesemua rekening mereka nah itu pasti terlacak lah semua," terangnya.
Setyo lantas menceritakan soal proses hukum pidana yang dihadapi oleh First Travel. Menurutnya, kasus pidana penipuan tetap berjalan. Sedangkan untuk jalur ganti rugi itu bisa melalui proses perdata.
"Jadi begini, di dalam sistem hukum kita proses pidana bisa secara simultan proses perdatanya jadi silakan sementara proses pidananya jalan, secara perdata dituntut perdatanya bisa untuk ganti ruginya tentang nanti bisa ganti atau tidaknya itu urusan belakangan kita nggak tahu," tuturnya.
"Kalau harus tuntutan ganti rugi itu kan perdata kalau pidana tidak bicara tuntutan ganti rugi. Pidana itu perbuatan harus dihukum tapi kalau ada tuntutan perdata dia harus mengganti rugi harus dibuktikan lagi dalam perdatanya," sambungnya.
Sebelumnya, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengadakan sidang verifikasi tagihan dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) First Travel. Dalam sidang tersebut, First Travel menyetujui ganti rugi pada korban sebesar Rp 1,002 triliun.
Pengacara First Travel, yang turut hadir dalam sidang verifikasi tersebut, Putra Kurniadi mengatakan asal dana ganti rugi adalah aset First Travel. Aset yang disebut Putra itu terdiri atas aset bergerak dan tidak bergerak.
"Asal dana yang pasti dari aset kita. Aset yang saat ini masih dalam pengawasan Bareskrim. Ya sekitar, ya barang bergerak maupun tidak bergerak, ada rumah ya semua," kata Putra saat dihubungi, Rabu (27/9) Mydetikcom.
Setyo menerangkan penyidik juga telah menelusuri aset-aset milik First Travel. Semua aset dipastikan dapat terlacak sebab Polri menggandeng PPATK.
"Saya tidak yakin ya, karena penyidik bekerja sama dengan PPATK itu sudah melakukan aset tracing kesemua rekening mereka nah itu pasti terlacak lah semua," terangnya.
Setyo lantas menceritakan soal proses hukum pidana yang dihadapi oleh First Travel. Menurutnya, kasus pidana penipuan tetap berjalan. Sedangkan untuk jalur ganti rugi itu bisa melalui proses perdata.
"Jadi begini, di dalam sistem hukum kita proses pidana bisa secara simultan proses perdatanya jadi silakan sementara proses pidananya jalan, secara perdata dituntut perdatanya bisa untuk ganti ruginya tentang nanti bisa ganti atau tidaknya itu urusan belakangan kita nggak tahu," tuturnya.
"Kalau harus tuntutan ganti rugi itu kan perdata kalau pidana tidak bicara tuntutan ganti rugi. Pidana itu perbuatan harus dihukum tapi kalau ada tuntutan perdata dia harus mengganti rugi harus dibuktikan lagi dalam perdatanya," sambungnya.
Sebelumnya, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengadakan sidang verifikasi tagihan dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) First Travel. Dalam sidang tersebut, First Travel menyetujui ganti rugi pada korban sebesar Rp 1,002 triliun.
Pengacara First Travel, yang turut hadir dalam sidang verifikasi tersebut, Putra Kurniadi mengatakan asal dana ganti rugi adalah aset First Travel. Aset yang disebut Putra itu terdiri atas aset bergerak dan tidak bergerak.
"Asal dana yang pasti dari aset kita. Aset yang saat ini masih dalam pengawasan Bareskrim. Ya sekitar, ya barang bergerak maupun tidak bergerak, ada rumah ya semua," kata Putra saat dihubungi, Rabu (27/9) Mydetikcom.